TAKDIR DALAM AL-QUR'AN
Alam semesta tempat manusia berpijak, menghirup udara, di mana mata dan seluruh anggota tubuhnya memfungsikan diri, terdiri dari benda-benda material yang tidak terhitung banyaknya, yang bernyawa, yang dan tidak bernyawa, yang bergerak dan yang relatif diam; energi-energi yang berbentuk panas: cahaya, listrik, dan sebagainya, praktis memproduksi dan sekaligus mendistribusikan secara langsung kepada manusia sedala macam kenikmatan material.
Meluangkan waktu sejenak untuk mengarahkan pandangan manusia ke langit, terutama, di malam hari, memberikan pengetahuan kepada manusia tentang betapa luasnya ruang aangkasa dan kekuatan-kekuatan yang secara bersama-sama menopang benda-benda langit. Pergantian siang dan malam secara teratur, menghidangkan proses pergantian waktu dalam bentuk jam, hari, bulan dan tahun.
Alam semesta sama sekali tidak mengenal kekacauan, tetapi teratur . Keteraturan ini adalah karena hukum reguler yang benar mengaturnya. Mulai dari eksistensi sebuah atom terkecil hingga eksistensi berbagai mahakarya galaksi tanpa kebebasan sedikitpun, terikat oleh aturan-aturan reguler itu, suka tidak suka. Sehingga tidak ada satu pun anggota klub makrokosmos ini yang berlawanan dengan hukum Allah. Terbit dan terbenamnya matahari, perubahan-perubahan secara reguler di wilayah terangnya bulan, berbagai posisi bintang di malam hari, gerakan elektron-elektron dalam atom, hukum-hukum fisika kimia, biologi, geologi dan sebagainya. Demikian juga segala keteraturan dalam aturan kelahiran, pertumbuhan, kemunduran fisik dan non fisik, dan hukum alam (sunnatullah) yang telah ditentukan terlebih dahulu dan tidak dapat diubah. Hal ini diakui oleh Al-Qur'an :
“Dan Dia-lah yang menentukan (kadar-kadar) alam, kemudian memberinya petunjuk.”
(QS. 87:3)
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur'an) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. 6:115)
“Kami menetapkan yang demikian sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami yang Kami utus sebelum kamu dan tidak adak kamu dapati perubahan” (QS. 17:77)
Kolaborasi dan materi, energi, ruang, waktu dan kehidupan yang complicated adalah dasar penciptaan alam semesta yang kita kenal. Materi dan energi berinteraksi dalam ruang dan menimbulkan gerakan. Masing-masing dari gerakan materi semacam itu memerlukan satu kurun waktu. Entitas-entitas dasar yang diatur oleh hukum-hukum dalam ini merupakan tema ilmiah. Berusaha memahami alam dan mereduksi pemahaman dalam upaya bentuk penelitian, observasi, eksperimentasi, dan iferensi ini, pengetahuan yang luas sekali mengenai berbagai aspek alam telah dikumpulkan oleh para saintis.
Dengan demikian, pengetahuan manusia telah dibagi dalam dua kategori :
1. Pengetahuan yang diwahyukan langsung oleh Allah dengan perantara Rasul yang membahas, alam semesta secara luas dan manusia secara khusus. Pengetahuan ini diwakili oleh firman dan sabda Rasullullah;
2. Pengetahuan dari hasil-hasil penelitian, observasi, dan lainnya, yang membahas seluruh alam semesta dan manusia. Pengetahuan yang kedua ini adalah hasil dari proses mimesis dan curiosity manusia terhadap setiap eksistensi dan kejadian. (QS. 96:1-18)
Hal yang pertama kita sebut agama, sedangkan yang kedua kita menyebutnya sebagai sains. Pengetahuan manusia berasal dari Allah, baik langsung maupun tidak langsung. Intelegensia, ekspresi, kreasi, dan segala macam potensi manusia adalah anugerah Allah. Tanpa kemampuan-kemampuan ini dan kehendak Allah, orang tidak sedikit pun mendapatkan ilmu dari-Nya. Anugrah ini dihadiahkan oleh Allah kepada manusia dan seluruh perwujudan yang mengada pada alam ini berupa potensi. Potensi inilah kadar yang harus ada yang menjiwai setiap perwujudan tadi. Potensi ini sering dikemukakan oleh Al-Qur'an sebagai sunnatullah, takdir, atau yang tertulis dalam lauh al-Mahfudz.
“Dia (Allah) mengetahu apa yang ada di depan mereka dan yang ada di belakang mereka. Dan mereka tidak memahami sebagian ilmu-Nya kecuali yang dikehendaki-Nya.” (QS. 2:255)
“Dan tidak ada seorang pun bisa memberitahumu seperti Dia yang Maha Memberitahu.” (QS. 35:14)
“(Allah) mengarjarkan kepadanya cara menyampaikan pandangan.: (QS. 55:14)
“Demi pena dan yang mereka tulis.” (QS 68:1)
“(Allah) mengajar menulis (dengan kalam). Yang mengajar manusia apa yang belum diketahuinya.” (QS. 96:4-4)
Penelitian terhadapa tujuan dan akibat-akibat dari dua lembaga agama dan sains, menunjukan bahwa kedua-duanya bertujuan mencipta kemakmuran manusia. Yang disebut pertama mengenai kenikmatan-kenikmatan spiritual dan kedua mengenai kenikmatan-kenikmatan material. Akibatnya, kedua-duanya adalah penyebab kebahagian dan malapetaka bagi manusia. Kenyataan menunjukan bahwa lembaga-lembaga yang memiliki tujuan luhur semacam itu, walau dalam akibatnya dekstruktif, tidak terlalu mengherankan jika kita mempertimbangkan penyebab-penyebab itu. Dalam bidang agama manusia tidak beriman atau tidak juga menaati ketentuan-ketentuan Allah dan dalam bidang sains dia menyalah gunakan pengetahuan, yang lagi-lagi karena tidak adanya kepercayaan kepada agama. Dunia yang sadar ilmiah menuntut persetujuan agama dengan sains atau setidaknya penafsiran agama-agama dengan bahasa sains.
Ia lupa bahwa agama, yaitu Islam dalam bentuknya yang terakhir, adalah aturan-aturan tingkah laku. Sedangkan sains adalah akumukasi pengetahuan tenatang alam semesta sebagai hasil observasi dan eksperimen yang dilakukan oleh manusia. Tema-tema utama Islam dan sains berbeda dan jelas tidak berkaitan satu dengan yang lain.
Metode ujian ilmiah tidak dapat diterapkan terhadap Islam, kecuali sebagai alat eksperimentasi, yakni pandangan hidup Islam dapat dieksperimentasikan, dan hasilnya bisa dikonfirmasikan .
Namun demikian, menafsirkan agama dengan bahasa sains secara parsial, bisa dipenuhi dengan penafsiran bahasa sains, mengenai ayat-ayat yang membahas topik-topik yang temasuk dalam cakupan sains. Ini tidak hanya memberikan kesempatan kepada orang Muslim modern untuk menyadari sifat ultra modern dan kebenaran Al-Qur'an, yakni ketentuan-ketentuan Islam. Tetapi juga untuk menguji seberapa jauh berbagai teori sains, yang disebut dalam Al-Qur'an, mendekati kebenaran.
Kepercayaan kepada kebenaran ayat-ayat Al-Qur'an yang membahas topik-topik sains tidak hanya akan memperkuat keimanan, tetapi juga akan memberikan kepadanya kepercayaan untuk mengikuti ayat-ayat Al-Qur'an yang berisi perintah-perintah. Ini akan memberikan kenikmatann spiritual kepadanya dan memanfaatkan keberhasilan-keberhasilan sains; tidak lagi menganggapnya sebagai pekerjaan setan, akan menjadikan keberadaan materialnya menyenangkan. Apakah kedamaian merupakan sesuatu yang bukan merupakan kenikmatan spiritual dan material?
Al-Qur'an dan sains, yang secara langsung atau tidak langsung, bersumber dari Allah, seharusnya topik-topik yang dibahas oleh keduanya bersesuaian. Ketidaksesuaian bisa diartikan bahwa kapasitas pengetahuan dan pemahaman kita yang sekarang tidak cukup untuk menjangkau aspek-aspek tertentu dari Al-Qur'an dan alam semesta itu, pasti pengetahuan di masa depan barangkali akan menjelaskan perbedaannya.
Mungkin sekali Allah mewahyukan fakta-fakta dan hukum-hukum tertentu mengenai alam melalui Al-Qur'an dan ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW, dan memberikan yang tak ternilai kepada manusia, yaitu pengetahuan, sehingga dia sendiri juga generasi demi generasi dapat menemukan fakta-fakta dan hukum-hukum ini melalui usahanya sendiri dengan mencari pengetahuan ilmiah, mengemukakan bukti atas kebenaran Al-Qur'an dan dengannya bisa mengembangkan keimanan akan adanya Allah dan mematuhi perintah-perintah-Nya
“Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan kebijaksanaan, ucapan yang baik, dan berdiskusilah dengan cara yang terbaik.” (QS. 16:125)
“(Itulah) kitab yang diberkati yang kami turunkan kepadamu agar mereka mengkajinya dan mengingatnya serta (menjadi perhatian) orang-orang yang mau berfikir.” (QS. 38:29)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang dan malam terdapat tanda-tanda (Kemahakuasaan Allah) bagi orang-orang yang berfikir, yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring, dan memikirkan penciptaan langit dan bumi itu. Wahai Tuhan kami, Engkau telah mencipta semua ini bukan tanpa maksud. Maha suci Engkau! Maka selamatkanlah kamu dari siksa neraka.” (QS. 3:190-191)
Orang yang mampu merefleksikan penciptaan langit dan bumi adalah ilmuwan, sedangkan alat-alat mereka adalah kebijaksanaan. Karena itu, dari ayat-ayat Al-Qur'an tersebut jelas bahwa orang-orang, setidaknya pada saat sekarang, harus diajak ke jalan Allah dengan jalan memanfaatkan sepenuhnya pengetahuan ilmiah dan kebijaksanaan. Ayat-ayat inilah yang seharusnya menjadi spirit/semangat kita untuk mengajak diri kita dan orang lain dalam mempelajari segala aturan Allah.
***
Dikutip dari Buku Takdir 13 Skala Richter : Mempertanyakan Takdir Tuhan, Karya A. Khoiron Mustafiet .
No comments:
Post a Comment